TINJAUAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM TERHADAP
PENDIDIK DAN ANAK DIDIK
Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Eriksan, M.Pd.I
Disusun Oleh :
Adela Puspita : 1611050413
Cynthia Gapila : 1611050216
M. Sukma Wijaya : 1611050294
PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
1438 H/2016 M
KATA
PENGANTAR
Dengan
menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya
sehingga kami dapat merampungkan penyusunan makalah Filsafat Pendidikan Islam
dengan judul "Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam Terhadap Pendidik Dan
Anak Didik" tepat pada waktunya. Penyusunan makalah semaksimal mungkin
kami upayakan dan didukung bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar
dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam merampungkan makalah ini.
Namun
tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu,
dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang
ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini. Akhirnya
penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat diambil manfaatnya
dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk mengangkat
permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya.
Bandar
Lampung, Oktober 2016
Penyusun
DAFTAR
ISI
COVER........................................................................................................
i
KATA
PENGANTAR................................................................................
ii
DAFTAR
ISI.............................................................................................
iii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang................................................................................
1
B. Rumusan
Masalah...........................................................................
2
C. Tujuan..............................................................................................
2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian
dan Hakikat Pendidik...................................................
3
1. Pengertian
Pendidik....................................................................
3
2. Hakikat
Pendidik........................................................................
5
B. Pengertian
dan Hakikat Anak Didik...............................................
9
1. Pengertian
Anak Didik...............................................................
9
2. Hakikat
Anak Didik.................................................................
10
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................
16
B. Saran..............................................................................................
16
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidik dan peserta didik merupakan komponen
penting dalam sistem pendidikan Islam. Kedua komponen ini saling berinteraksi
dalam proses pembelajaran untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan.
Oleh karena itu, pendidik sangat berperan besar sekaligus menentukan ke mana
arah potensi peserta didik yang akan dikembangkan. Demikian pula peserta didik, ia tidak hanya sekedar objek
pendidikan, tetapi pada saat-saat tertentu ia akan menjadi subjek pendidikan.
Hal ini membuktikan bahwa posisi peserta didik pun tidak hanya sekedar pasif
laksana cangkir kosong yang siap menerima air kapan dan dimanapun. Akan tetapi
peserta didik harus aktif, kreatif dan dinamis dalam berinteraksi dengan
gurunya, sekaligus dalam upaya pengembangan keilmuannya.
Konsep pendidik dan peserta didik dalam
perspektif pendidikan Islam memiliki karakteristik tersendiri yang sesuai
dengan karakteristik pendidikan Islam itu sendiri. Karakteristik ini akan
membedakan konsep pendidik dan peserta didik dalam pandangan pendidikan
lainnya. Hal itu juga dapat ditelusuri melalui tugas dan persyaratan ideal yang
harus dimiliki oleh seorang pendidik dan peserta didik yang dikehendaki oleh
Islam. Tentu semua itu tidak terlepas dari landasan ajaran Islam itu sendiri,
yaitu al-Qur’an dan Sunnah yang menginginkan perkembangan pendidik dan peserta
didik tidak bertentangan dengan ajaran kedua landasan tersebut sesuai dengan
pemahaman maksimal manusia.
Jika karakteristik yang diinginkan oleh
pendidikan Islam tersebut dapat dipenuhi, maka pendidikan yang berkualitas
niscaya akan dapat diraih. Untuk itu, kajian dan analisis filosofis sangat
dibutuhkan dalam merumuskan konsep pendidik dan peserta didik dalam perspektif
pendidikan Islam sehingga diperoleh pemahaman yang utuh
tentang kedua komponen tersebut. Makalah yang sederhana ini akan menguraikan tentang
analisis filosofis tentang pendidik dan peserta didik dalam perspektif filsafat
pendidikan Islam. Diharapkan makalah ini menjadi bahan diskusi lebih lanjut
agar dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang kedua komponen itu
sehingga berguna dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan
secara efektif dan efisien.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
Pengertian dan Hakikat Pendidik?
2. Apa
Pengertian dan Hakikat Anak Didik?
C.
Tujuan
1. Mengetahui
Pengertian dan Hakikat Pendidik.
2. Mengetahui
Pengertian dan Hakikat Anak Didik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan
Hakikat Pendidik
1. Pengertian
Pendidik
Kata pendidik berasal dari didik, artinya memelihara, merawat dan
memberi latihan agar seseorang memiliki ilmu pengetahuan seperti yang
diharapkan (tentang sopan santun, akal budi, akhlak, dan sebagainya)
selanjutnya dengan menambahkan awalan pe- hingga menjadi pendidik,
artinya orang yang mendidik. Dalam bahasa Arab pendidik diartikan dalam
berbagai istilah seperti kata al-mualim (guru), murabbi (mendidik),
mudarris (pengajar) dan uztadz. Pendidikan adalah suatu bentuk interaksi
manusia. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, pendidik artinya orang yang
mendidik.[1]
Dalam bahasa Inggris ada beberapa kata yang berdekatan arti pendidik seperti
kata teacher artinya pengajar dan tutor yang berarti guru
pribadi, di pusat-pusat pelatihan disebut sebagai trainer atau instruktur.
Menurut pendapat lain pendidik
adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan
kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai
kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, khalifah di
permukaan bumi, sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup
berdiri sendiri.[2] Pendidik dapat pula
berarti orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan dan kematangan aspek
rohani dan jasmani anak.[3]
Menurut Ahmad Tafsir, bahwa pendidik dalam Islam adalah orang yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan upaya
mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa),
kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).[4]
Sedangkan Abdul Mujib mengemukakan bahwa pendidik adalah bapak rohani (spiritual
father) bagi peserta didik, yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu,
pembinaan akhlak mulia, dan meluruskan prilakunya yang buruk.[5]
Secara umum dijelaskan pula oleh Maragustam Siregar, yakni orang
yang memberikan ilmu pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan lain-lain baik
di lingkungan keluarga, masyarakat maupun di sekolah.[6]
Di dalam ilmu pendidikan, yang dimaksud pendidik
adalah semua yamg mempengaruhi perkembangan seseorang.[7]
Perkembangan tersebut
meliputi seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun
psikomotorik. Potensi ini sedemikan rupa
dikembangkan secara seimbang sampai mencapai tingkat yang optimal. Sebagai seorang
pendidik disini harus memberikan contoh yangg baik agar anak didiknya dengan
mudah meniru apa yang dilakukan oleh pendidiknya.[8]
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pendidik dalam Islam adalah orang yang mempunyai tanggung jawab dan
mempengaruhi jiwa serta rohani seseorang yakni dari segi pertumbuhan jasmaniah,
pengetahuan, keterampilan, serta aspek spiritual dalam upaya perkembangan
seluruh potensi yang dimiliki oleh seseorang tersebut sesuai dengan prinsip dan
nilai ajaran Islam sehingga menjadi insan yang berakhlakul karimah.
2.
Hakikat
Pendidik
Hakikat pendidik sebagai manusia yang memahami ilmu pengetahuan
sudah barang tentu dan menjadi sebuah kewajiban baginya untuk mentransferkan
ilmu itu kepada orang lain demi kemaslahatan ummat. Hakikat pendidik ditegaskan
dalam Al-Qur’an surat Al-Alaq (96) ayat 1-5 yang artinya : “Bacalah dengan menyebut nama Tuhan mu yang
menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam.
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Dalam Al-Qur’an
hakikat guru adalah Allah SWT, namun tidak berarti manusia di dunia ini tidak
mempunyai tugas sebagai khalifah di muka bumi ini, tugas manusia salah satunya
adalah mengajarkan ilmu yang telah diperolehnya kepada orang lain, dengan kata
lain dia sebagai seorang guru.[9]
Jika ditinjau secara umum pendidik dalam pendidikan Islam
kaitannya lebih luas dari pada pendidik dalam pendidikan non-Islam, adapun
pendidik dalam pendidikan Islam yaitu :
1.
Allah
SWT, dari berbagai ayat al-Qur’an yang membicarakan tentang kedudukan Allah
sebagai pendidik dapat dipahami dalam firman-firman yang diturunkannya kepada
Nabi Muhammad SAW.
2.
Nabi
Muhammad SAW, Kedudukan Rasulullah SAW sebagai pendidik ditunjuk langsung oleh
Allah SWT, sebagai teladan bagi ummat dan rahmat bagi seluruh alam. Dari
sejarahnya, Beliau dikenal sebagai manusia yang paling berakhlak dan dipatuhi
sehingga dalam masa kehidupannya sukses mendidik generasi-generasi Islam.
Sebagai seorang pendidik ummat manusia yang mengajarkan agama Islam dan
ketauhidan serta etika berkehidupan, Rasulullah Saw. memiliki kepribadian dan
akhlak yang sangat mulia, yang pantas dijadikan teladan bagi seluruh ummat
manusia, hal tersebut senantiasa tercermin dalam kehidupannya.
3.
Orang
Tua, memiliki peran yang sangat penting yang berperan sebagai sebagai
pembimbing dalam lingkungan keluarga disebabkan karena secara alami anak-anak
pada masa awal kehidupannya berada ditengah-tengah ayah dan ibunya.[10]
Menurut Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani, tanggung jawab terbesar pendidikan
Islam menurut ajaran Islam dipikul oleh orang tua anak, karena orang tualah
yang menentukan pola pembinaan pertama bagi anak.[11]
4.
Guru,
merupakan suri teladan kedua setelah orang tua.[12]
Guru sejatinya adalah seorang pribadi yang harus serba
bisa dan serba tahu, serta mampu mentransferkan kebiasaan dan pengetahuan pada
muridnya dengan cara yang sesuai dengan perkembangan dan potensi anak didik.
Guru yang bekerja sebagai tenaga pengajar adalah elemen yang terpenting dan
ikut bertanggung jawab dalam proses pendewasaan bagi anak didik tersebut. Dari
beberapa pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa guru dapat diartikan sebagai
sosok yang mempunyai kewenangan dan bertanggung jawab sepenuhnya di kelas atau
di sekolah untuk mengembangkan segenap potensi peserta didik yang dimiliki
sehingga mampu mandiri dan mengembangkan nilai kepribadian sesuai ajaran Islam,
dengan demikian tujuan akhirnya adalah kedewasaan dan kesadaran untuk
melaksanakan tugasnya sebagai khalifah dan hamba Allah Swt. Oleh karena itu,
setiap guru hendaknya mempunyai kepribadian yang akan dicontoh dan diteladani
oleh anak didik, baik secara sengaja maupun tidak. Sudah pasti, pekerjaan
sebagai guru tidak sama dengan pekerjaan apapun, diluar itu pengetahuan dan
keterampilan yang akan diajarkan.[13]
Seorang pendidik merupakan manusia pilihan yang bukan hanya
memiliki kelebihan ilmu pengtahuan, melainkan juga memiliki tanggung jawab yang
berat dalam melakukan tugas dan fungsinya sebagai pendidik yang harus menguasai
ilmu dalam mengajar anak didiknya dengan cara yang profesional, sabar dan
tertuju pada pencapaian keberhasilan di dunia dan di akhirat. Seorang pendidik
harus memiliki syarat-syarat sebagai berkut :
a. Beriman kepada Allah dan beramal shaleh.
b. Menjalankan ibadah dengan
taat.
c. Memiliki sikap pengabdian yang tinggi pada dunia pendidikan.
d. Ikhlas dalam menjalankan tugas pendidikan.
e. Profesional dalam menjalankan tugasnya.
f. Menguasai ilmu yang diajarkan kepada anak didiknya.
g. Tegas dan berwibawa dalam menghadapi masalah yang dialami anak
didiknya.
Pendidik merupakan potensi pedagosis yang mengarahkan perkembangan
hidup anak didik.[15]
Pendidik memiliki kedudukan yang sangat penting dalam pelaksanaan pendidikan,
karena pendidik adalah pihak yang bersentuhan langsung dengan unsur- unsur yang
ada dalam sebuah aktivitas pendidikan, terutama anak didik. Sebagai wujud dari
kedudukan yang sangat penting tersebut, fungsi pendidik adalah berupaya untuk
mengembangkan segenap potensi anak didiknya, agar memiliki kesiapan dalam
menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupannya.[16]
Seorang pendidik harus bisa menguasai situasi dan kondisi agar
tidak jenuh dalam berlangsungnya proses
pendidikan, maka dari itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan.[17]
Antara lain :
a.
Selalu berbicara dengan bahasa yang santun.
b.
Selalu mendengarkan pendapat anak didiknya.
c.
Mengarahkan dan mengembangkan minat dan bakat anak didiknya.
d.
Berpakaian rapi dan sopan.
e.
Selalu datang tepat waktu.
f.
Memberikan pelajaran dengan metode yang tepat.
g.
Senantiasa memberikan peluang dan kesempatan kepada anak didiknya
untuk bertanya.
h.
Sabar dalam menghadapi kenakalan anak didiknya.
i.
Memahami perkembangan mental dan emosional anak didiknya,
membimbing, mengarahkan dan memotivasi anak didiknya.
j.
Menciptakan situasi untuk
pendidikan. Situasi pendidikan yaitu suatu keadaan dimana tindakan-tindakan
pendidikan dapat berlangsung dengan baik dan hasil yang memuaskan.[18]
Adapun peran pendidik dalam
menyikapi tantangan globalisasi adalah berusaha secara sadar untuk membimbing,
mengajar, dan melatih siswa agar dapat:
a.
Meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT
yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga.
b.
Menangkal dan mencegah pengaruh negatif dari
kepercayaan paham atau budaya lain yang membahayakan dan menghambat
perkembangan pola pikir dan keyakinan siswa.
c.
Memperkenalkan secara transparan contoh positif dan negatif
dari pengaruh iptek kepada anak.
d.
Pendidik selalu mengontrol kepada anak didik dan
sekaligus sebagai agent of change dalam menggunakan iptek.
e.
Menyalurkan bakat dan minatnya dalam mendalami
bidang agama serta mengembangkannya secara optimal, sehingga dapat dimanfaatkan
untuk dirinya sendiri dan dapat pula bermanfaat bagi orang lain.
B.
Pengertian dan Hakikat Anak Didik
1.
Pengertian Anak Didik
Anak
didik menurut etimologi berasal dari bahasa Bahasa Inggris: student
artinya murid, dan berasal Bahasa Arab: tilmidz jamaknya talamidz artinya
murid, thalib al-ilm artinya menuntut
ilmu, pelajar, atau mahasiswa. Sedangkan dilihat dari kedudukannya, anak didik adalah makhluk yang sedang berada
dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing.
Meraka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik
optimal kemampuan fitrahnya.[19]
Anak
didik atau peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki
sejumlah potensi dasar (fitrah) yang perlu dikembangkan.[20] Peserta
didik merupakan “ Raw Material” (Bahan Mentah) dalam proses transformasi
dan internalisasi, menepati posisi yang sangat penting untuk melihat
signifikasinya dalam menemukan keberhasilan sebuah proses. Peserta didik adalah
makhluk individu yang mempunyai kepribadian dengan ciri-ciri yang khas yang
sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Pertumbuhan dan perkembangan
peserta didik dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia berada.[21] Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada
jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Peserta didik sebagai komponen
yang tidak dapat terlepas dari sistem pendidikan sehingga dapat dikatakan bahwa
peserta didik merupakan obyek pendidikan tersebut.
Dalam
paradigma pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan
memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan.[22] Jadi secara sederhana peserta didik dapat didefinisikan sebagai
individu yang belum memiliki kedewasaan dan memerlukan orang lain untuk
mendidiknya sehingga menjadi individu yang dewasa, memiliki jiwa spiritual,
aktifitas dan kreatifitas sendiri. Dengan demikian peserta didik adalah
individu yang memiliki potensi untuk berkembang, dan mereka berusaha
mengembangkan potensinya itu melalui proses pendidikan pada jalur dan jenis
pendidikan tertentu.
2.
Hakikat
Anak Didik
Anak didik merupakan salah satu komponen terpenting dalam
pendidikan, tanpanya proses pendidikan tidak akan terlaksana. Anak didik
merupakan subjek dan objek pendidikan yang memerlukan bimbingan orang lain
(pendidik) untuk membantu mengarahkannya mengembangkan potensi yang
dimilikinya, serta membimbingnya menuju kedewasaan.[23]
Karena seorang anak didik yang ingin mendapatkan
ilmu itu memerlukan bimbingan, pengarahan, dan petunjuk dari orang lain
(seorang pendidik), maka muncul pula etika pergaulan yang baik yang harus
dilakukan oleh seorang anak didik kepada pendidiknya.
Potensi merupakan kemampuan dasar yang dimiliki anak didik, dan
tidak akan tumbuh atau berkembang secara optimal tanpa bimbingan pendidik.[24]
Dalam memahami hakikat anak didik, para pendidik perlu dilengkapi pemahaman
tentang ciri-ciri umum anak didik, yaitu:
a. Anak didik dalam keadaan sedang berdaya (eksploratif), yaitu berdaya untuk menggunakan kemampuan, kemauan
dan sebagainya.
b. Mempunyai keinginan untuk berkembang kea rah dewasa.
c. Anak didik mempunyai latar belakang yang berbeda.
d. Anak didik melakukan penjelajahan terhadap lingkungan terhadap
alam sekitarnya dengan potensi-potensi dasar yang dimiliki secara individu.
(Abdurrahman Shaleh, 1981:86).[25]
Asma Hsan Fahmi menyebutkan empat akhlak yang harus
dimiliki anak didik, yaitu ;
1.
Seorang anak didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit
jiwa yang sebelum ia menuntut ilmu, karena belajar adalah merupakan ibadah yang
tidah sah dikerjakan kecuali dengan hati yang bersih. Kebersihan hati tersebut
dapat dilakukan dengan menjauhkan diri dari sifat-sifat yang tercela,
seperti dengki, benci, hassut, takabbur,
menipu, berbangga-bangga, dan memuji diri yang selanjutnya diikiuti dengan
menghiasi diri dengan akhlak yang mulia seperti bersikap benar, taqwa, ikhlas
zuhud, merendahkan diri dan ridha.
2.
Seorang anak didik harus mempunyai tujuan menuntut ilmu dalam rangka menghiasi
jiwa dengan dengan sifat keutamaan, mendekatkan diri kepada tuahn, dan bukan
untuk mencari kemegahan dan kedudukan.
3.
Seorang pelajar harus tabah dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan
bersedia pergi merantau. Selanjutnya apabila ia menghendaki pergi ke tempat
yang jauh untuk memperoleh seorang guru, maka ia tidak boleh ragu-ragu untuk
itu. Demikian pula ia dinasihatkan agar tidak sering menukar-nukar guru. Jika
keadan menghendaki sebaiknya ia dapat menanti sampai dua bulan sebelum menukar
seorang guru.
4.
Seorang pelajar wajib menghoramati guru dan berusaha agar senantiasa
memperoleh kerelaan dari guru, dengan mempergunakan bermacam-macam cara.[26]
Sejalan dengan tujuan pendidikan sebagai upaya mendekatkan diri
kepada Allah SWT, maka belajar termasuk ibadah. Dengan dasar pemikiran ini,
maka Imam Al-Ghozali menyatakan bahwa seorang murid yang baik, adalah murid
yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.
Seorang
murid harus berjiwa bersih, terhindar dari budi pekerti yang hina dan
sifat-sifat yang tercela lainnya.
b.
Seorang
murid yang baik, juga harus menjauhkan diri dari persoalan-persoalan duniawi,
mengurangi keterkaitan dengan dunia, karena keterkaitan kepada dunia dan
masalah-masalahnya dapat mengganggu lancarnya pengusaan ilmu.
c.
Seorang
murid yang baik hendaknya bersikap rendah hati dan tawadhu. Sikapini begitu
ditekankan oleh Al-Ghozali.
d.
Khusus
terhadap murid yang baru hendaknya jangan mempelajari ilmu-ilmu yang saling
berlawanan, atau pendapat yang saling berlawanan atau bertentangan.
e.
Seorang
murid yang baik hendaknya mendahulukan mempelajari yang wajib. Pengetahuan yang
menyangkut berbagai segi (aspek) lebih baik daripada pengetahuan yang
menyangkut hanya satu segi saja.
f.
Seorang
murid yang baik hendaknya mempelajari ilmu secara bertahap. Seorang murid
dinasehatkan agar tidak mendalamiilmu secara sekaligus, tetapi memulai
dariilmu-ilmu agama dan menguasainya dengan sempurna.
g.
Seorang
murid hendaknya tidak mempelajari satu disiplin ilmu sebelum mengusai disiplin
ilmu sebelumnya.
h.
Seorang
murid hendaknya juga mengenal nilai setiap ilmu yang dipelajarinya. Kelebihan
dari masing-masing ilmu serta hhasil-hasilnya yang mungkin dicapai hendaknya
dipelajarinya dengan baik.[27]
Beberapa
hal yang perlu dipahami mengenai karakteristik peserta didik adalah:
1.
Peserta
didik bukan miniatur orang dewasa, ia mempunyai dunia sendiri, sehingga metode
belajar mengajar tidak boleh dilaksanakan dengan orang dewasa. Orang dewasa
tidak patut mengeksploitasi dunia peserta didik, dengan mematuhi segala aturan
dan keinginannya, sehingga peserta didik kehilangan dunianya.
2.
Peserta
didik memiliki kebutuhan dan menuntut untuk pemenuhan kebutuhan itu semaksimal
mungkin. Terdapat lima hierarki kebutuhan yang dikelompokkan dalam dua
kategori, yaitu: pertama,
kebutuhan-kebutuhan tahap dasar (basic needs) yang meliputi kebutuhan
fisik, rasa aman dan terjamin, cinta dan ikut memiliki (sosial), dan harga
diri; kedua, metakebutuhan-metakebutuhan (meta needs),
meliputi apa saja yang terkandung dalam aktualisasi diri, seperti keadilan,
kebaikan, keindahan, keteraturan, kesatuan, dan lain sebagainya. Sekalipun
demikian, masih ada kebutuhan lan yang tidak terjangkau kelima hierarki
kebutuhan itu, yaitu kebutuhan akan transendensi kepada Tuhan. Individu yang
melakukan ibadah sesungguhnya tidak dapat dijelaskan dengan kelima hierarki
kebutuhan tersebut, sebab akhir dari aktivitasnya hanyalah keikhlasan dan ridha
dari Allah SWT.
3.
Peserta
didik memiliki perbedaan antara individu dengan individu yang lain, baik
perbedaan yang disebabkan dari factor endogen (fitrah) maupun eksogen
(lingkungan) yang meliputi segi jasmani, intelegensi, sosial, bakat, minat, dan
lingkungan yang mempengaruhinya. Pesrta didik dipandang sebagai kesatuan sistem
manusia. Sesuai dengan hakikat manusia, peserta didik sebagai makhlukmonopluralis,
maka pribadi peserta didik walaupun terdiri dari dari banyak segi, merupakan
satu kesatuan jiwa raga (cipta, rasa dan karsa).
4.
Peserta
didik merupakan subjek dan objek sekaligus dalam pendidikan yang dimungkinkan
dapat aktif, kreatif, serta produktif. Setiap peserta didik memiliki aktivitas
sendiri (swadaya) dan kreatifitas sendiri (daya cipta), sehingga dalam
pendidikan tidak hanya memandang anak sebagai objek pasif yang bisanya hanya menerima,
mendengarkan saja.
5.
Peserta
didik mengikuti periode-periode perkembangan tertentu dalam mempunyai pola
perkembangan serta tempo dan iramanya. Implikasi dalam pendidikan adalah
bagaimana proses pendidikan itu dapat disesuaikan dengan pola dan tempo, serta
irama perkembangan peseta didik. Kadar kemampuan peserta didik sangat
ditentukan oleh usia dan priode perkembangannya, karena usia itu bisa
menentukan tingkat pengetahuan, intelektual, emosi, bakat, minat peserta didik, baik
dilihat dari dimensi biologis, psikologis, maupun dedaktis.[28]
Dalam upaya mencapai tujuan Pendidikan Islam, peserta didik
hendaknya memiliki dan menanamkan sifat-sifat yang baik dalam dari dan
kepribadiannya. Diantara sifat-sifat ideal yang perlu dimiliki peserta didik
misalnya ; berkemauan keras atau pantang menyerah, memiliki motivasi yang
tinggi, sabar, dan tabah, tidak mudah putus asa dan sebagainya. Berkenaan
dengan sifat ideal di atas, Imam Al-Ghazali, sebagaimana dikutip Fatahiyah
Hasan Sulaiman, merumuskan sifat-sifat ideal yang patut dimiliki peserta didik
yaitu:
1.
Belajar
dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub ila Allah. Mempunyai ahklak yang baik dan
meninggalkan yang buruk.
2.
Mengurangi
kecendrungan pada kehidupan duniawi dibanding ukhrawi dan sebaliknya.
3.
Bersifat
tawadhu’ (rendah hati).
4.
Menjaga
pikiran dari berbagai pertentangan dan aliran.
5.
Mempelajari
ilmu-ilmu yang terpuji baik ilmu umum dan agama.
6.
Belajar
secara bertahap atau berjenjang dengan melalui pelajaran yang mudah menuju
pelajaran yang lebih sulit.
7.
Mempelajari
ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih kepada ilmu yang lainnya.
8.
Memahami
nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari
9.
Memprioritaskan
ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi.[29]
Dari penjelasan-penjelasan diatas menerangkan bahwa pada
hakikatnya anak didik merupakan komponen penting dalam pendidikan, karena
selain menjadi objek, anak didik juga merupakan subjek dalam pendidikan. Oleh
sebab itu proses pembelajaran atau pendidikan
tidak akan terlaksana tanpa adanya anak didik. Dan merupakan keharusan untuk
memahami sifat dan karakter anak didik supaya dalam proses pendidikan akan
berjalan sesuai harapan dan dapat tercapainya tujuan dari pendidikan yang
diinginkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidik merupakan seseorang yang memiliki ilmu
pengetahuan tertentu dan mengajarkannya kepada orang lain atau anak didik, dan
juga merupakan orang yang mempunyai tanggung jawab dan
mempengaruhi jiwa serta rohani seseorang yakni dari segi pertumbuhan jasmaniah,
pengetahuan, keterampilan, serta aspek spiritual dalam upaya perkembangan
seluruh potensi yang dimiliki oleh seseorang tersebut sesuai dengan prinsip dan
nilai ajaran Islam sehingga menjadi insan yang berakhlakul karimah.
Anak didik merupakan salah satu unsur terpenting bagi terlaksananya kegiatan pendidikan.
Sebab ia merupakan obyek dan sekaligus subyek serta mitra pendidikan, sehingga
sehebat dan selengkap apapun unsur-unsur lainnya, jika anak didik tidak ada atau
tidak dipedulikan, maka dapat dipastikan kegiatan pendidikan tidak dapat
terlaksana dan berjalan dengan baik. Anak didik merupakan orang yang mempunyai fitrah
(potensi) dasar, baik secara fisik maupun psikis, yang perlu dikembangkan,
untuk mengembangkan potensi tersebut sangat membutuhkan pendidikan dari
pendidik. Pendidikan merupakan bantuan bimbingan yang diberikan pendidik
terhadap anak didik menuju kedewasaannya. Sejauh dan sebesar apapun bantuan itu
diberikan sangat berpengaruh oleh pandangan pendidik terhadap kemungkinan anak didik
utuk di didik.
B.
Saran
Kami mengharapkan
ada saran dari pembaca, khususnya Bapak Eriksan selaku Dosen supaya kedepannya
kami bisa lebih baik lagi dalam pembuatan makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Azizi, Filsafat
Pendidikan Islam sebuah Gagasan membangun Pendidikan Islam, Yogyakarta: Teras, 2011.
Abdul
Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2008.
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam,
Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2010.
Ahmad
Farid. Etika Guru dalam Pendidikan Islam, Yogyakarta:Tesis UIN Sunan
Kalijaga, 2004.
Ahmad Saebani,
Hendra Akhdiyat, Ilmu Pendidikan Islam,Bandung
: Pustaka Setia, 2009.
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami
Integrasi Jasmani, Rohani, dan Kalbu Memanusiakan Manusia, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006.
Ahmad
Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2002.
Ahmad
Zuhdi, Profil Guru dalam Pendidikan Islam Menurut K.H. Hasyim Asy’ari :
Telaah Kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim, Yogyakarta: Tesis Program
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 2004.
Asma Hasan
Fahmi, Sejarah dan filsafat Pendidikan Islam, (terjemah Ibrahim Husen dari
Mabadi’ al Tarbiyahal islamiyyah), Jakarta: Bulan Bintang,1974.
Fatahiyah Hasan sulaiman, Pemikiran Al-Ghazali
tentang Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1998.
Hamdani Ihsan, Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung
: Pustaka Setia, 1998.
Hasan
Basri dan Beni Ahmad Saebani. Ilmu Pendidikan Islam (Jilid II), Bandung:
Pustaka setia, 2010.
Hifza,
Pendidik dan Kepribadiannya dalam Al-Qur’an, Yogyakarta: Tesisi Program
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010.
Ihsan, dkk, Filsafat Pendidikan Islam.
Bandung
: CV Pustaka Setia, 1998.
Jalaluddin,
Teologi Pendidikan, Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2003.
M.Arifin, Ilmu Pendidikan
Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1991.
Maragustam,
Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Sunan Kalijaga, 2010.
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Ed. Rev., (
Jakarta : Bumi Aksara, 2010.
Ramayulis dan Syamsul
Nizar. Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran
Para Tokohnya. Jakarta: Kalam Mulia,2010.
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam,
Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
Toto
Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta:
Ar-Ruz Media, 2011.
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus
Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1991.
Yasin al-Fatah, Dimensi-Dimensi
Pendidikan Islam, Malang: UIN-Malang Press, 2008.
[3] Ramayulis dan Syamsul
Nizar. Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran
Para Tokohnya. (Jakarta: Kalam Mulia,2010), h.139.
[4]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002) , h. 74-75.
[5] Abdul
Mujib. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2008), h.
88.
[6]
Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Sunan
Kalijaga, 2010), h. 169.
[7]
Ahmad Tafsir, Filsafat
Pendidikan Islami Integrasi Jasmani, Rohani, dan Kalbu Memanusiakan Manusia,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2006), h. 170.
[9]Ahmad
Zuhdi, Profil Guru dalam Pendidikan Islam Menurut K.H. Hasyim Asy’ari :
Telaah Kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim, (Yogyakarta: Tesis Program
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 2004), h. 19.
[10]Ramayulis
dan Syamsul Nizar, Op. Cit., h.148.
[11]Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani. Ilmu Pendidikan
Islam (Jilid II), (Bandung: Pustaka setia, 2010), h. 84.
[12]Maragustam,
Op. Cit., h. 170.
[13]Ahmad Farid. Etika Guru dalam Pendidikan Islam, (Yogyakarta:Tesis UIN Sunan Kalijaga, 2004), h.15.
[14] Abd. Azizi, Filsafat Pendidikan Islam sebuah
Gagasan membangun Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2011), h. 182
[15] Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Ed. Rev., (
Jakarta : Bumi Aksara, 2010), h. 31.
[16] Hifza, Pendidik dan Kepribadiannya dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta:
Tesisi Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010), h. 42.
[17] Ahmad Saebani, Hendra Akhdiyat, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung :
Pustaka Setia, 2009), h. 221.
[18] Hamdani Ihsan, Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam,
(Bandung : Pustaka Setia, 1998), h. 94.
[19] M.Arifin,
Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1991), h.144.
[20] Toto Suharto, Filsafat
Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2011), h. 119.
[21]
Ramayulis dan Syamsul Nizar. Op. Cit., h.169.
[22] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan
Historis, Teoritis dan Praktis. (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 47.
[23]
Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2003), h. 144.
[24] Yasin al-Fatah, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam,
(Malang: UIN-Malang Press, 2008), h.100.
[25]
Jalaluddin, Op. Cit.
[26]Asma Hasan
Fahmi, Sejarah dan filsafat Pendidikan Islam, (terjemah Ibrahim Husen dari Mabadi’
al Tarbiyahal islamiyyah),( Jakarta: Bulan Bintang,1974), h. 175.
[27] Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada, 2010), h. 99-101.
[28]
Abdul
Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2008), h.
105-106.
[29] Fatahiyah Hasan Sulaiman, Pemikiran Al-Ghazali tentang Pendidikan, (
Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1998 ), h. 78.