ILMU DALAM AL-QUR’AN (AL-BAQOROH:31-32,
AL-KAHFI:65, FATHIR 28)
Makalah Ini Dibuat Guna Memenuhi Tugas
Qur’an Hadits
Dosen Pengampu : Supriyatmoko, M.Si
Di Susun Oleh Kelompok 7 :
Anita Anggraini 1611050220
Dhurotun Nasihah 1611050356
M. Sukma Wijaya 1611050294
PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG
1438 H/2016 M
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya
kami dapat mennyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ILMU DALAM AL-QUR’AN
: Surat Al-Baqarah Ayat 31-32, Al-Kahfi Ayat 65, Fathir Ayat 28” dengan tepat
waktu dan lancar tanpa suatu halangan apapun. Makalah ini disusun guna memenuhi
tugas mata kuliah Qur’an dan Hadits.
Terima
kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini. Terima kasih juga kami ucapakan kepada bapak Supriyatmoko, M.Si.
selaku dosen pengampu yang telah memberikan arahan dalam penyusunan makalah
ini.
Makalah
ini masih jauh dari kata sempurna. Karena masih banyak terdapat kekurangannya.
Atas segala kekurangannya kami mohon maaf dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua yang membacanya dan khususnya bagi kami yang
menyusunnya.
Bandar
Lampung, November 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER
KATA
PENGANTAR............................................................................................
i
DAFTAR
ISI..........................................................................................................
ii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang............................................................................................
1
B.
Rumusan Masalah.......................................................................................
1
C.
Tujuan.........................................................................................................
1
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ilmu...........................................................................................
2
B.
Kandungan Surat
Al-Baqoroh Ayat
31-32.................................................
4
C.
Kandungan Surat Al-Kahfi Ayat 65........................................................... 6
D.
Kandungan Surat Fathir Ayat 28................................................................
8
E.
Kaitan Ketiga Surat Dengan Ilmu..............................................................
8
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan...............................................................................................
10
B.
Saran.........................................................................................................
11
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Qur’an Hadis dengan dosen pengampu
Bapak Supriyatmoko, M.Si, dalam makalah membahas mengenai ilmu dalam Al-Qur’an surat Al-Baqoroh ayat 31-32, Al-Kahfi ayat 65 dan Fathir ayat 28. Salah satu hal
yang membedakan antara derajat manusia yang satu dengan lainnya ialah ilmu, dan ilmu yang berasal
dari Allah yang dilandaskan AL-Qur’an dan Hadits, ilmu yang bisa
membuat seseorang jadi semakin lebih dekat dengan Allah dan bemanfaat bagi
sesama umat manusia.
Karena ilmu manusia bisa melakukan ibadah dengan benar, karna
jika melakukan segala sesuatu tanpa adanya pengetahuan maka akan menjadi kurang
tepat dan cacat, sehingga sangat pentinglah bagi manusia untuk menuntut ilmu,
seperti yang disebutkan dalam sebuah Hadist bahwa menuntut ilmu adalah wajib
bagi setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan. “Menunut ilmu hukumnya wajib bagi setiap muslim laki-laki dan
muslim perempuan.” (HR.
Ibnu Majjah). Karena dengan adanya ilmu seseorang juga bisa membedakan mana yang baik
dan mana yang tidak baik.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian ilmu?
2. Apa
kandungan surat Al-Baqoroh ayat 31-32
mengenai ilmu?
3. Apa kandungan surat
Al-Kahfi ayat 65 mengenai ilmu?
4. Apa kandungan surat
Fathir ayat 28 mengenai ilmu?
5. Apa keterkaitan
ketiga surat dengan ilmu?
C.
Tujuan
1. Mengetahui
dan memahami pengertian ilmu.
2. Memahami
isi kandungan surat Al-Baqoroh ayat 31-32
mengenai ilmu.
3. Memahami
isi kandungan surat Al-Kahfi
ayat 65
mengenai ilmu.
4. Memahami
isi kandungan surat Fathir ayat 28
mengenai
ilmu.
5. Memahami
keterkaitan ketiga surat dengan ilmu.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu
Ilmu adalah isim
masdar dari ‘alima yang berarti
mengetahui, mengenal, merasakan, dan menyakini. Secara istilah, ilmu ialah
dihasilkannya gambaran atau bentuk sesuatu dalam akal. Kata ilmu dengan
berbagai bentuknya terulang 854 kali dalam Alqur’an, dan digunakan dalam arti
proses pencapaian pengetahuan dan obyek pengetahuan. Ilmu dari segi bahasa
berarti kejelasan, karena itu segala yang terbentuk dari akar katanya mempunyai
ciri kejelasan. Jadi dalam batasan ini faktor kejelasan merupakan bagian
penting dari ilmu.[1] Dari segi maknanya, pengertian ilmu sepanjang terbaca
dalam pustaka menunjuk sekurang-kurangnya pada tiga hal, yakni pengetahuan,
aktivitas, dan metode. Diantara para filosof dari berbagai aliran terdapat
pemahaman umum bahwa ilmu adalah suatu kumpulan yang sistematis dari
pengetahuan.[2]
Ilmu adalah pengetahuan manusia
mengenai segala hal yang dapat diindera oleh potensi manusia (penglihatan,
pendengaran, perasaan dan keyakinan) melalui akal atau proses berfikir
(logika). Ini adalah konsep umum (barat) yang disebut knowledge. Pengetahuan yang telah dirumuskan secara sistematis merupakan
formula yang disebut ilmu pengetahuan (science). Dalam Al-Qur’an, keduanya disebut (ilmu). Para sarjana
muslim berpandangan bahwa yang dimaksud ilmu itu tidak terbatas pada
pengetahuan (knowledge) dan ilmu (sience) saja, melainkan justru diawali oleh
ilmu Allah yang dirumuskan dalam lauhil mahfudzh yang disampaikan kepada kita
melalui Al-Qur’an dan As-Sunnah.[3]
Ilmu Allah itu melingkupi ilmu
manusia tentang alam semesta dan manusia sendiri. Bila diikuti jalan fikiran
ini, maka dapatlah kita fahami bahwa Al-Qur’an merupakan sumber pengetahuan
manusia (knowledge dan science). Dengan
membaca dan memahami Al-Qur’an, manusia pada hakekatnya akan memahami ilmu
Allah, yaitu firman-firman-Nya.[4] Alqur’an menjadikan ilmu pengetahuan bukan hanya untuk mencapai kebenaran
dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup di dunia ini, melainkan lebih jauh dari
itu adalah untuk mencapai keselamatan, ketenangan, serta kebahagiaan hidup
dibalik kehidupan dunia yang fana ini, yaitu kehidupan di akhirat. Ilmu pengetahuan atau sains, secara singkat dapat
dirumuskan sebagai himpunan pengetahuan manusia yang dikumpulkan
melalui suatu proses pengajian dan dapat diterima oleh rasio, artinya dapat
dinalar.[5]
Jadi, berdasarkan fakta-fakta yang
ada dan apa-apa yang terkandung dalam al-qur’an, kita dapat membulatkan
pernyataan bahwa ilmu yang dimiliki oleh manusia dan yang wajib dituntut
oleh manusia, semua berporos pada agama. Agama yang menjunjung tinggi peran
akal dalam mengenal hakikat segala sesuatu. Begitu pentingnya peran akal,
sehingga bahkan dikatakan bahwa tak ada agama bagi orang yang tak berakal,
dengan akal yang telah sempurna itulah maka Islam diturunkan ke alam semesta.
Melalui akal, manusia dengan proses berfikir berusaha memahami berbagai realita
yang hadir dalam dirinya, sehinga manusia mampu menemukan kebenaran sesuatu,
membedakan antara haq dan bathil. Sehingga dapat dikatakan bahwa akal dan
kemampuan berpikir yang dimiliki manusia adalah fitrah manusia yang
membedakannya dari makhluk yang lain.
Pandangan
para ulama mengenai petingnya menuntu ilmu, diantaranya ialah :
a. Imam As-Syafi’i mengatakan:
مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ
فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ
Artinya: “Barang siapa menghendaki (kebaikan)
dunia, maka hendaknya ia menggunakan ilmu, dan barang siapa menghendaki
kebaikan akhirat, maka hendaknya menggunakan ilmu.”[6]
b. Abu Aswad berkata :
“Tidak ada sesuatu yang lebih mulia dari pada ilmu,
kerajaan itu bertindak menghakimi manusia, sementara ulama bertindak menghakimi
kerajaan.”[7]
Dari
perkataan abu Aswad tersebut dapat diambil pelajaran bahwa ketika sistem kepemerintahan dikendalikan oleh
ulama, pasti kepemerintahan tersebut akan berjalan dengan lancar dan sejahtera.
Artinya ilmu sangat penting untuk bisa mengendalikan tatanan kenegaraan yang
sistematis.
c. Ali bin Abi Thalib berkata kepada Kumail:
“Wahai
Kumail, ilmu itu lebih utama dari pada harta karena ilmu itu menjagamu,
sedangkan kamu menjaga harta. Ilmu adalah hakim, sedang harta adalah yang
dihakimi. Harta menjadi berkurang jika dibelanjakan, sedangkan ilmu akan
berkembang dengan diajarkan kepada orang lain.”[8]
B.
Ilmu Dalam Al-Qur’an
1. Kandungan Surat Al-Baqoroh Ayat 31-32
وَعَلَّمَ
ءَادَمَ ٱلۡأَسۡمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمۡ عَلَى ٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ فَقَالَ
أَنۢبُِٔونِي بِأَسۡمَآءِ هَٰٓؤُلَآءِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ ﴿۳۱﴾
قَالُواْ سُبۡحَٰنَكَ لَا عِلۡمَ لَنَآ إِلَّا مَا
عَلَّمۡتَنَآۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡعَلِيمُ ٱلۡحَكِيمُ ﴿۳۲﴾
Artinya : “Dan
Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku
nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!. Mereka
menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang
telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana”.(QS. Al-Baqoroh : 31-32)
Assadi berkata dalam
tafsirnya dari Abu Malik, dari Abu Shalih, dari Ibnu Abbas, dari Muirah, Ibnu
Mas’ud dan sekelompok sahabat, pada ayat diatas “yakni, beritahukanlah
kepada Ku nama-nama makhluk yang Ku berikan padamu. Para malaikat menyangka
bahwa Allah tidak menciptakan makhluk kecuali mereka, yang lebih mengetahui
daripada makhluk itu. Jika kamu orang yang benar dalam berpraduga bahwa diri
kamulah yang lebih mengetahui daripada makhluk yang lain yang diantaranya
adalah Adam, maka beritahukanlah kepada Ku nama-nama makhluk yang Ku berikan
kepadamu.” Penafsiran itu dikatakan oleh Al-Hasan dan Qatadah.[9]
Pada firman-Nya : “kemudian Dia mengemukakannya
kepada malaikat..”, ada yang memahaminya sebagai waktu yang relatif
lama antara pengajaran Adam dan pemaran itu, dan ada juga yang memahaminya
bukan dalam arti selang waktu, tetapi sebagai isyarat tentang kedudukan yang
lebih tinggi, dalam arti pemaparan serta ketidakmampuan malaikat dan jelasnya
keistimewaan Adam as. melalui pengetahuan yang dimilikinya, serta terbuktinya
ketetapan kebijaksanaan Allah menyangkut pengangkatan Adam as. sebagai
kholifah, semua itu lebih tinggi nilainya dari pada sekedar informasi tentang
pengajaran Allah kepada Adam yang dikandung oleh penggalan ayat sebelumnya.
Firman-Nya : “innaka anta al-‘alim
al-hakim / sesungguhnya Engkau, Engkau Yang Maha Mengetahui (lagi) Maha
Bijaksana”, mengandung dua kata yang menunjukkan kepada mitra bicara
yaitu huruf (ك) kaf pada kata ( إنك) innaka dan kata (أنت) anta. Kata anta oleh banyak ulama dipahami dalam
arti penguat sekaligus untuk memberi makna pengkhususan yang tertuju kepada
Allah SWT. Dalam hal ini pengetahuan dan hikmah, sehingga penggalan ayat ini
menyatakan “Sesungguhnya hanya Engkau tidak ada selain Engkau” Yang
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Kata (العليم) al-‘alim terambil dari akar kata (علم) ‘ilm yang menurut pakar-pakar bahasa berarti menjangkau sesuatu
sesuai dengan keadaannya yang sebenarnya. Allah SWT. dinami (عالم) ‘alim atau (عليم) ‘alim karena
pengetahuan-Nya yang amat jelas sehingga terungkap baginya hal-hal yang
sekecil-kecilnya apapun.
Kata (الحكيم) al-hakim dipahami
oleh sementara ulama dalam arti Yang Memiliki hikmah, sedang hikmah lain
berarti mengetahui yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan
maupun perbuatan. Seorang yang ahli dalam melakukan sesuatu dinamai (حكيم) hakim, hikmah juga
diartikan sebagai sesuatu yang bila digunakan atau diperhatikan akan menghalangi
terjadinya mudharat atau kesulitan yang lebih besar dan atau mendatangkan
kemaslahatan dan kemudahan yang lebih besar. Makna ini ditarik dari kata (حكمة) hakamah, yang
berarti kendali karena kendali menghalangi hewan atau kendaraan mengarah ke
arah yang tidak diinginkan.
Ayat ini menjelaskan tentang kebijaksanaan Allah dalam
menetapkan Adam sebagai khalifah berkat keistimewaan Adam a.s melalui
pengetahuan yang dimilikinya serta kekeliruan malaikat sebagaimana
dipahami dari kata kemudian Allah mepaparkan benda-benda itu
kepada para malaikat lalu berfirman, “ sebutkan kepada ku nama-nama
benda itu, jika kamu orang-orang yang benar dalam dugaan kamu bahwa kalian
lebih wajar menjadi khalifah”. Sebenarnya perintah ini bukan bertujuan
menugaskan menjawab. Para malaikat yang ditanya itu secara tulus menjawab
sambil mensucikan Allah, tidak ada pengetahuan bagi kami selain dari apa yang
telah engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya engkaulah yang maha mengetahui
lagi maha bijaksana maksudnya mereka, apa yang engkau tanyakan itu tidak pernah
engkau ajarkan kepada kami. Engkau tidak ajarkan kepada kami bukan karna engkau
tidak tau, tetapi ada hikmah dibalik itu. Demikian jawaban malaikat yang bukan
hanya mengakuti dan mengatahui jawaban pertanyaan tetapi sekaligus mengakui
kelemahan mereka dan kesucian Allah SWT.
Dari segala macam kekurangan atau
ketidakadilan, sebagaimana dipahami dari penutup surat ini. Jawaban
para malaikat sesungguhnya engkau mengatahui lagi maha bijaksana,
juga mengandung makna bahwa sumber pengetahuan adalah Allah SWT. Jadi, Allah
maha mengetahui segala sesuatu, termasuk yang wajar menjadi khalifah, dan dia
maha bijaksana dalam segala tindakannya, termasuk menetapkan mahluk yang wajar
menjadi khalifah.
2. Kandungan Surat Al-Kahfi Ayat 65
فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ
رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا﴿﴾
Artinya : “Lalu
mereka berdua bertemu dengan seorang hamba diantara hamba-hamba Kami, yang
telah Kami anugerahkan rahmat dari sisi Kami dan yang telah Kami ajarkan
kepadanya dari sisi Kami ilmu.”(QS. Al-Kahfi :65)
Kata ‘abd berarti
hamba, banyak ulama yan berpendapat bahwa hamba yang dimaksud disini adalah Al-Khidr.
Kata Al-Khidr itu sendiri bermakna “hijau”. Rasulullah saw bersabda bahwa
penamaan itu disebabkan karena pada suatu ketika ia duduk di bulu yang berwarna
putih tiba-tiba warnanya berubah menjadi hijau (HR. Bukhari, melaui Abu
Hurairah).[10]
Pada ayat diatas mengisyaratkan bahwa Beliau mendapatkan rahmat dan ilmu. Penganugerahan
rahmat dilukiskan dengan kata min
‘indina. Penganugerahan ilmu
dengan kata min ladunka, yang
keduanya bermakna dari sisi Kami.
Kedua istilah
tersebut dinilai oleh Thahir Ibn ‘Asyur hanya sebagai penganekaragaman dan agar
tidak terulang dua kata yang sama dalam satu susunan redaksi. Al-Biqo’i menulis
bahwa menurut pandangan Abu Al-Hasan Al-Harrali, kata ‘inda dalam bahsa arab adalah menyangkut sesuatu yang jelas dan
tampak, sedangkan kata ladun untuk
sesuatu yang tidak nampak. Dengan demikian, yang dimaksud rahmat pada ayat diatas adalah apa yang nampak dari kerahmatan
hamba Allah itu. Sedangkan ilmu adalah
ilmu batin yang tersembunyi, yang pasti hal tersebut adalah milik dan
semata-mata berada disisi Allah. Para pakar tasawuf menamai ilmu yang berdasar mukasyafah (tersingkapnya sesuatu melalui cahaya kalbu) yaitu ilmu ladunnyy (ilmu laddunni).[11]
Thabathaba’i menafsirkan
ayat “Kami anugerahkan kepadanya rahmat
dari sisi Kami” dengan kenabian,
dan ia menilai bahwa hamba Allah itu adalah seorang Nabi. Sebgai aksi
pengetahuan memiliki dua faktor yaitu subjek dan objek. Secara umum subjeklah
yang dituntut peranannya dalam rangka memahami objek. Namun pengalaman ilmiah
menunjukkan bahwa objek terkadang menampakkan dirinya kepada objek tanpa adanya
usaha dari pihak subjek.[12]
Manusia, menurut
Al-Quran, memiliki potensi untuk meraih ilmu dan mengembangkannya dengan seizin
Allah. Karena itu, bertebaran ayat yang memerintahkan manusia menempuh berbagai
cara untuk mewujudkan hal tersebut. Berkali-kali pula Al-Quran menunjukkan
betapa tinggi kedudukan orang-orang yang berpengetahuan. Menurut pandangan
Al-Quran –seperti diisyaratkan oleh wahyu pertama– ilmu terdiri dari dua macam.
Pertama, ilmu yang diperoleh tanpa upaya manusia, dinamai ‘ilm ladunni. Kedua,
ilmu yang diperoleh karena usaha manusia, dinamai ‘ilm kasbi. Ayat-ayat ‘ilm
kasbi jauh lebih banyak daripada yang berbicara tentang ‘ilm laduni. Pembagian
ini disebabkan karena dalam pandangan Al-Quran terdapat hal-hal yang “ada”
tetapi tidak dapat diketahui melalui upaya manusia sendiri. Ada wujud yang
tidak tampak, sebagaimana ditegaskan berkali-kali oleh Al-Quran.
3.
Kandungan
Surat Fathir Ayat 28
Artinya
: “Dan dengan demikian pula diantara
manusia, binatang melata dan binatang ternak, beranekaragam warnanya. Hanya
sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hambaNYA adalah orang-orang
berilmu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”(QS. Fathir:28)
Konteks ayat jelas menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan ulama disini
adalah para ilmuan, kita telah mengikuti pendapat mereka dan mendengarkan
pembicaraan merreka tentang Allah SWT. Ternyata mereka menyebutkan Dzat Yang
Maha Agung yang layak dipuji dan diagungkan serta satu-satunya yang layak
disembah. Sesuatu mengandung ayat yang menunjukkan adanya Tuhan Yang Maha Esa.[13]
Dan juga diantara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang
ternak terdapat warna kulit yang berbeda-beda disamping sifat dan tabiatnya
yang tidak sama. Maka sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hambaNYA
hanya orang-orang yang ‘alim. Mengetahui
sifat-sifat Allah, mengakui keesaanNYA dan kekuasaanNYA yang mutlak dan beriman
bahwa ia kelak akan menghadap kepadanya untuk mempertanggungjawabkan amal dan
perbuatannya selama di dunia. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa Lagi Maha
Pegampun.[14]
4.
Keterkaitan
Surat AL-BAQOROH:31-32,
AL-KAHFI:65, Dan
FATHIR 28 Mengenai Ilmu
Dari pembahasan kandungan ketiga surat diatas kaitannya dengan ilmu ialah
pada surat Al-Baqoroh ayat 31-32 menjelaskan bahwa Allah memberikan pengetahuan
atau pengajaran kepada Nabi Adam mengenai nama-nama bendan dan lainnya, dan itu
merupakan salah satu bukti bahwa Allah sumber pengajaran atau sumber ilmu.
Dengan kata lain dalam surat ini memaparkan bahwa ilmu erat kaitannya dengan
akal, dan juga bagaimana proses belajar harus dibimbing oleh orang yang benar-benar berilmu dan ilmu yang diajarkan
tidaklain bersumber dari ajaran Allah.
Pada surat Al-Kahfi ayat 65 menjelaskan bahwasanya segala sesuatu butuh
pembelajaran, ilmu pengetahuan harus dipelajari terlebih dahulu dan memerlukan
waktu yang lama dalam proses pembelajarannya dan membutuhkan pengorbanan yang
tidak sedikit untuk mencapai keberhasilan dalam menuntut ilmu.
Dalam surat Fathir ayat 28 menyatakan bahwa keanekaragaman makhluk Allah
dapat dijadikan sebagai pembelajaran dan dipaparkan pula bahwasanya orang yang
takut kepada Allah adalah ulama atau orang-orang yang berilmu, karena orang
yang berilmu akan semakin dekat dengan Allah, sebab ia memahami bahwa segala
sesuatu terutama ibadah harus disertai ilmu dalam mengamalkannya, dengan ilmu
juga manusia bisa membedakan mana yang haq dan mana yang bathil.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1. Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah
pengetahuan manusia mengenai segala hal yang dapat diindera oleh potensi
manusia (penglihatan, pendengaran, perasaan dan keyakinan) melalui akal atau
proses berfikir (logika). Hakikat ilmu pengetahuan dalam Al-Qur’an adalah rangkaian aktivitas manusia dengan prosedur ilmiah baik
melalui pengamatan, penalaran maupun intuisi sehingga menghasilkan pengetahuan
yang sistematis mengenai alam seisinya serta mengandung nilai-nilai logika,
etika, estetika, hikmah, rahmah, dan hidayah bagi kehidupan manusia.
2.
Kandungan surat Al-Baqoroh ayat
31-32 mengenai ilmu yaitu proses belajar dimana yang memberikan pengajaran
harus benar-benar mengetahui dan menguasai ilmu yang diajarkan dan dalam proses
pembelajran, akal memiliki peranan yang penting.
3.
Dalam surat AL-Kahfi ayat 65
yang kaitannya dengan ilmu yaitu bahwasanya ilmu harus dipelajari terlebih
dahulu agar kita bisa memahaminya dengan benar dan memerlukan usaha yang
sungguh-sunguh dalam menuntut ilmu dan memerlukan pengorbanan dan waktu yang
cukup lama hingga mencapai keberhasilan dalam pembelajaran mengenai ilmu.
4.
Pada surat Fathir ayat 28
menjelaskan bahwasanya keaneragaman makhluk Allah bisa menjadi sebuah
pembelajaran. Dan orang yang berilmu pasti akan taakut kepada Allah, karena
dengan ilmu seseorang akan mengetahui mana yang haq dan mana yang bathil,
sehingga akan semakin mendekatkan diri kepada Allah karna ilmunya.
5.
Ketiga ayat tersebut yang
kaitannya dengan ilmu menjelaskan betapa pentingnya menuntut ilmu dan perlu
adanya proses untuk mempelajari ilmu tersebut.
B.
SARAN
Diharapkan ada masukkan dari pembaca terutama Bapak
Supriyatmoko, M.Si selaku Dosen mata kuliah Qur’an Hadits agar kedepannya kami
bisa lebih baik lagi dalam pembuatan makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghozali,
Ihya’ Ulum al-Din, Maktabah Syamilah, juz 1.
An-Nawawi,
Majmu’ syarah al muhadzdzab, Maktabah Syamilah, juz 1.
Baiquni,
Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern, Jakarta : Pustaka ITB, 1983.
Imam Syafi’ie, Konsep Ilmu
Pengetahuan dalam Alqur’an, Yogyakarta : UII Press, 2000.
M. Nasib Ar-Rifai, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, Jakarta : Gema Insani Press,
1999.
Qohar Masjqoery, Pendidikan Agama Islam,
Jakarta: Gaya Media Pratama, 2003.
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasia Al-Qur’an, (Jakarta :
Lentera Hati, 2002.
Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, (Surabaya
: PT. Bina Ilmu, 1990.
Syeikh Muhammad Ghazali, Tafsir Tematik Dalam Al-Qur’an, (Jakarta
: Gaya Media Pratama, 2014.
[2] Ibid., h. 26.
[9] M. Nasib Ar-Rifai, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, (Jakarta
: Gema Insani Press, 1999), h. 107.
[10] Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah
: Pesan, Kesan dan Keserasia Al-Qur’an, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), h.
94.
[11] Ibid., h.95.
[12] Ibid., h. 96.
[13] Syeikh Muhammad Ghazali, Tafsir
Tematik Dalam Al-Qur’an, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2014), h. 410.
[14] Salim Bahreisy dan Said
Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu
Katsir, (Surabaya : PT. Bina Ilmu, 1990), h. 384.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar