Sabtu, 19 November 2016

Makalah Qur'an Hadist (ILMU)



ILMU DALAM AL-QUR’AN (AL-BAQOROH:31-32, AL-KAHFI:65, FATHIR 28)
Makalah Ini Dibuat Guna Memenuhi Tugas Qur’an Hadits
Dosen Pengampu : Supriyatmoko, M.Si


 


Di Susun Oleh Kelompok 7 :
Anita Anggraini        1611050220
Dhurotun Nasihah    1611050356
M. Sukma Wijaya     1611050294



PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
1438 H/2016 M








KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat mennyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ILMU DALAM AL-QUR’AN : Surat Al-Baqarah Ayat 31-32, Al-Kahfi Ayat 65, Fathir Ayat 28” dengan tepat waktu dan lancar tanpa suatu halangan apapun. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Qur’an dan Hadits.
Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Terima kasih juga kami ucapakan kepada bapak Supriyatmoko, M.Si. selaku dosen pengampu yang telah memberikan arahan dalam penyusunan makalah ini.
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Karena masih banyak terdapat kekurangannya. Atas segala kekurangannya kami mohon maaf dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang membacanya dan khususnya bagi kami yang menyusunnya.











                                                                        Bandar Lampung, November 2016
                                                                                               
           
                                                                        Penyusun 



DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang............................................................................................ 1
B.     Rumusan Masalah....................................................................................... 1
C.     Tujuan......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ilmu........................................................................................... 2
B.     Kandungan Surat Al-Baqoroh Ayat 31-32................................................. 4
C.     Kandungan Surat Al-Kahfi Ayat 65........................................................... 6
D.    Kandungan Surat Fathir Ayat 28................................................................ 8
E.     Kaitan Ketiga Surat Dengan Ilmu.............................................................. 8
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan............................................................................................... 10
B.     Saran......................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA










BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Qur’an Hadis dengan dosen pengampu Bapak Supriyatmoko, M.Si, dalam makalah membahas mengenai ilmu dalam Al-Qur’an surat Al-Baqoroh ayat 31-32, Al-Kahfi ayat 65 dan Fathir ayat 28. Salah satu hal yang membedakan antara derajat manusia yang satu dengan lainnya ialah ilmu, dan ilmu yang berasal dari Allah yang dilandaskan AL-Qur’an dan Hadits, ilmu yang bisa membuat seseorang jadi semakin lebih dekat dengan Allah dan bemanfaat bagi sesama umat manusia.
Karena ilmu manusia bisa melakukan ibadah dengan benar, karna jika melakukan segala sesuatu tanpa adanya pengetahuan maka akan menjadi kurang tepat dan cacat, sehingga sangat pentinglah bagi manusia untuk menuntut ilmu, seperti yang disebutkan dalam sebuah Hadist bahwa menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan. “Menunut ilmu hukumnya wajib bagi setiap muslim laki-laki dan muslim perempuan.” (HR. Ibnu Majjah). Karena dengan adanya ilmu seseorang juga bisa membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian ilmu?
2.      Apa kandungan surat Al-Baqoroh ayat 31-32 mengenai ilmu?
3.      Apa kandungan surat Al-Kahfi ayat 65 mengenai ilmu?
4.      Apa kandungan surat Fathir ayat 28 mengenai ilmu?
5.      Apa keterkaitan ketiga surat dengan ilmu?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui dan memahami pengertian ilmu.
2.      Memahami isi kandungan surat Al-Baqoroh ayat 31-32 mengenai ilmu.
3.      Memahami isi kandungan surat  Al-Kahfi ayat 65 mengenai ilmu.
4.      Memahami isi kandungan surat Fathir ayat 28 mengenai ilmu.
5.      Memahami keterkaitan ketiga surat dengan ilmu.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ilmu
Ilmu adalah isim masdar dari ‘alima yang berarti mengetahui, mengenal, merasakan, dan menyakini. Secara istilah, ilmu ialah dihasilkannya gambaran atau bentuk sesuatu dalam akal. Kata ilmu dengan berbagai bentuknya terulang 854 kali dalam Alqur’an, dan digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan obyek pengetahuan. Ilmu dari segi bahasa berarti kejelasan, karena itu segala yang terbentuk dari akar katanya mempunyai ciri kejelasan. Jadi dalam batasan ini faktor kejelasan merupakan bagian penting dari ilmu.[1] Dari segi maknanya, pengertian ilmu sepanjang terbaca dalam pustaka menunjuk sekurang-kurangnya pada tiga hal, yakni pengetahuan, aktivitas, dan metode. Diantara para filosof dari berbagai aliran terdapat pemahaman umum bahwa ilmu adalah suatu kumpulan yang sistematis dari pengetahuan.[2]
Ilmu adalah pengetahuan manusia mengenai segala hal yang dapat diindera oleh potensi manusia (penglihatan, pendengaran, perasaan dan keyakinan) melalui akal atau proses berfikir (logika). Ini adalah konsep umum (barat) yang disebut knowledge. Pengetahuan yang telah dirumuskan secara sistematis merupakan formula yang disebut ilmu pengetahuan  (science). Dalam Al-Qur’an, keduanya disebut (ilmu). Para sarjana muslim berpandangan bahwa yang dimaksud ilmu itu tidak terbatas pada pengetahuan (knowledge) dan ilmu (sience) saja, melainkan justru diawali oleh ilmu Allah yang dirumuskan dalam lauhil mahfudzh yang disampaikan kepada kita melalui Al-Qur’an dan As-Sunnah.[3]
Ilmu Allah itu melingkupi ilmu manusia tentang alam semesta dan manusia sendiri. Bila diikuti jalan fikiran ini, maka dapatlah kita fahami bahwa Al-Qur’an merupakan sumber pengetahuan manusia (knowledge dan science). Dengan membaca dan memahami Al-Qur’an, manusia pada hakekatnya akan memahami ilmu Allah, yaitu firman-firman-Nya.[4] Alqur’an menjadikan ilmu pengetahuan bukan hanya untuk mencapai kebenaran dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup di dunia ini, melainkan lebih jauh dari itu adalah untuk mencapai keselamatan, ketenangan, serta kebahagiaan hidup dibalik kehidupan dunia yang fana ini, yaitu kehidupan di akhirat. Ilmu pengetahuan atau sains, secara singkat dapat dirumuskan sebagai himpunan pengetahuan manusia yang dikumpulkan melalui suatu proses pengajian dan dapat diterima oleh rasio, artinya dapat dinalar.[5]
Jadi, berdasarkan fakta-fakta yang ada dan apa-apa yang terkandung dalam al-qur’an, kita dapat membulatkan pernyataan bahwa ilmu  yang dimiliki oleh manusia dan yang wajib dituntut oleh manusia, semua berporos pada agama. Agama yang menjunjung tinggi peran akal dalam mengenal hakikat segala sesuatu. Begitu pentingnya peran akal, sehingga bahkan dikatakan bahwa tak ada agama bagi orang yang tak berakal, dengan akal yang telah sempurna itulah maka Islam diturunkan ke alam semesta. Melalui akal, manusia dengan proses berfikir berusaha memahami berbagai realita yang hadir dalam dirinya, sehinga manusia mampu menemukan kebenaran sesuatu, membedakan antara haq dan bathil. Sehingga dapat dikatakan bahwa akal dan kemampuan berpikir yang dimiliki manusia adalah fitrah manusia yang membedakannya dari makhluk yang lain.

Pandangan para ulama mengenai petingnya menuntu ilmu, diantaranya ialah :
a.       Imam As-Syafi’i mengatakan:
مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ

Artinya:  “Barang siapa menghendaki (kebaikan) dunia, maka hendaknya ia menggunakan ilmu, dan barang siapa menghendaki kebaikan akhirat, maka hendaknya menggunakan ilmu.[6]
b.      Abu Aswad berkata :
Tidak ada sesuatu yang lebih mulia dari pada ilmu, kerajaan itu bertindak menghakimi manusia, sementara ulama bertindak menghakimi kerajaan.[7]
Dari perkataan abu Aswad tersebut dapat diambil pelajaran bahwa ketika sistem kepemerintahan dikendalikan oleh ulama, pasti kepemerintahan tersebut akan berjalan dengan lancar dan sejahtera. Artinya ilmu sangat penting untuk bisa mengendalikan tatanan kenegaraan yang sistematis.
c.       Ali bin Abi Thalib berkata kepada Kumail:
“Wahai Kumail, ilmu itu lebih utama dari pada harta karena ilmu itu menjagamu, sedangkan kamu menjaga harta. Ilmu adalah hakim, sedang harta adalah yang dihakimi. Harta menjadi berkurang jika dibelanjakan, sedangkan ilmu akan berkembang dengan diajarkan kepada orang lain.[8]

             B.     Ilmu Dalam Al-Qur’an
1.      Kandungan Surat Al-Baqoroh Ayat 31-32
وَعَلَّمَ ءَادَمَ ٱلۡأَسۡمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمۡ عَلَى ٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ فَقَالَ أَنۢبِ‍ُٔونِي بِأَسۡمَآءِ هَٰٓؤُلَآءِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ ﴿۳۱﴾
 قَالُواْ سُبۡحَٰنَكَ لَا عِلۡمَ لَنَآ إِلَّا مَا عَلَّمۡتَنَآۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡعَلِيمُ ٱلۡحَكِيمُ ﴿۳۲﴾               
Artinya : “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!. Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.(QS. Al-Baqoroh : 31-32)

Assadi berkata dalam tafsirnya dari Abu Malik, dari Abu Shalih, dari Ibnu Abbas, dari Muirah, Ibnu Mas’ud dan sekelompok sahabat, pada ayat diatas “yakni, beritahukanlah kepada Ku nama-nama makhluk yang Ku berikan padamu. Para malaikat menyangka bahwa Allah tidak menciptakan makhluk kecuali mereka, yang lebih mengetahui daripada makhluk itu. Jika kamu orang yang benar dalam berpraduga bahwa diri kamulah yang lebih mengetahui daripada makhluk yang lain yang diantaranya adalah Adam, maka beritahukanlah kepada Ku nama-nama makhluk yang Ku berikan kepadamu.” Penafsiran itu dikatakan oleh Al-Hasan dan Qatadah.[9]
Pada firman-Nya : “kemudian Dia mengemukakannya kepada malaikat..”, ada yang memahaminya sebagai waktu yang relatif lama antara pengajaran Adam dan pemaran itu, dan ada juga yang memahaminya bukan dalam arti selang waktu, tetapi sebagai isyarat tentang kedudukan yang lebih tinggi, dalam arti pemaparan serta ketidakmampuan malaikat dan jelasnya keistimewaan Adam as. melalui pengetahuan yang dimilikinya, serta terbuktinya ketetapan kebijaksanaan Allah menyangkut pengangkatan Adam as. sebagai kholifah, semua itu lebih tinggi nilainya dari pada sekedar informasi tentang pengajaran Allah kepada Adam yang dikandung oleh penggalan ayat sebelumnya.
Firman-Nya :  “innaka anta al-‘alim al-hakim / sesungguhnya Engkau, Engkau Yang Maha Mengetahui (lagi) Maha Bijaksana”, mengandung dua kata yang menunjukkan kepada mitra bicara yaitu huruf (ك) kaf pada kata ( إنك) innaka dan kata (أنت) anta. Kata anta oleh banyak ulama dipahami dalam arti penguat sekaligus untuk memberi makna pengkhususan yang tertuju kepada Allah SWT. Dalam hal ini pengetahuan dan hikmah, sehingga penggalan ayat ini menyatakan “Sesungguhnya hanya Engkau tidak ada selain Engkau” Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Kata (العليم) al-‘alim terambil dari akar kata (علم) ‘ilm yang menurut pakar-pakar bahasa berarti menjangkau sesuatu sesuai dengan keadaannya yang sebenarnya. Allah SWT. dinami (عالم‘alim atau (عليم‘alim karena pengetahuan-Nya yang amat jelas sehingga terungkap baginya hal-hal yang sekecil-kecilnya apapun.
Kata (الحكيمal-hakim dipahami oleh sementara ulama dalam arti Yang Memiliki hikmah, sedang hikmah lain berarti mengetahui yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan. Seorang yang ahli dalam melakukan sesuatu dinamai (حكيمhakim, hikmah juga diartikan sebagai sesuatu yang bila digunakan atau diperhatikan akan menghalangi terjadinya mudharat atau kesulitan yang lebih besar dan atau mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang lebih besar. Makna ini ditarik dari kata (حكمةhakamah, yang berarti kendali karena kendali menghalangi hewan atau kendaraan mengarah ke arah yang tidak diinginkan.
Ayat ini menjelaskan tentang kebijaksanaan Allah dalam menetapkan Adam sebagai khalifah berkat keistimewaan Adam a.s melalui pengetahuan yang dimilikinya serta kekeliruan malaikat  sebagaimana dipahami dari kata kemudian Allah mepaparkan benda-benda itu kepada para malaikat lalu berfirman, “ sebutkan kepada ku nama-nama benda itu, jika kamu orang-orang yang benar dalam dugaan kamu bahwa kalian lebih wajar menjadi khalifah”. Sebenarnya perintah ini bukan bertujuan menugaskan menjawab. Para malaikat yang ditanya itu secara tulus menjawab sambil mensucikan Allah, tidak ada pengetahuan bagi kami selain dari apa yang telah engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya engkaulah yang maha mengetahui lagi maha bijaksana maksudnya mereka, apa yang engkau tanyakan itu tidak pernah engkau ajarkan kepada kami. Engkau tidak ajarkan kepada kami bukan karna engkau tidak tau, tetapi ada hikmah dibalik itu. Demikian jawaban malaikat yang bukan hanya mengakuti dan mengatahui jawaban pertanyaan tetapi sekaligus mengakui kelemahan mereka dan kesucian Allah SWT.
Dari segala macam kekurangan atau ketidakadilan, sebagaimana dipahami dari penutup surat ini.  Jawaban para malaikat sesungguhnya engkau mengatahui lagi maha bijaksana, juga mengandung makna bahwa sumber pengetahuan adalah Allah SWT. Jadi, Allah maha mengetahui segala sesuatu, termasuk yang wajar menjadi khalifah, dan dia maha bijaksana dalam segala tindakannya, termasuk menetapkan mahluk yang wajar menjadi khalifah.

2.      Kandungan Surat Al-Kahfi Ayat 65

 فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا﴿﴾

Artinya : “Lalu mereka berdua bertemu dengan seorang hamba diantara hamba-hamba Kami, yang telah Kami anugerahkan rahmat dari sisi Kami dan yang telah Kami ajarkan kepadanya dari sisi Kami ilmu.”(QS. Al-Kahfi :65)
Kata ‘abd  berarti hamba, banyak ulama yan berpendapat bahwa hamba yang dimaksud disini adalah Al-Khidr. Kata Al-Khidr itu sendiri bermakna “hijau”. Rasulullah saw bersabda bahwa penamaan itu disebabkan karena pada suatu ketika ia duduk di bulu yang berwarna putih tiba-tiba warnanya berubah menjadi hijau (HR. Bukhari, melaui Abu Hurairah).[10] Pada ayat diatas mengisyaratkan bahwa Beliau mendapatkan rahmat dan ilmu. Penganugerahan rahmat dilukiskan dengan kata min ‘indina. Penganugerahan ilmu dengan kata min ladunka, yang keduanya bermakna dari sisi Kami.
Kedua istilah tersebut dinilai oleh Thahir Ibn ‘Asyur hanya sebagai penganekaragaman dan agar tidak terulang dua kata yang sama dalam satu susunan redaksi. Al-Biqo’i menulis bahwa menurut pandangan Abu Al-Hasan Al-Harrali, kata ‘inda dalam bahsa arab adalah menyangkut sesuatu yang jelas dan tampak, sedangkan kata ladun untuk sesuatu yang tidak nampak. Dengan demikian, yang dimaksud rahmat pada ayat diatas adalah apa yang nampak dari kerahmatan hamba Allah itu. Sedangkan ilmu adalah ilmu batin yang tersembunyi, yang pasti hal tersebut adalah milik dan semata-mata berada disisi Allah. Para pakar tasawuf menamai ilmu yang berdasar mukasyafah (tersingkapnya sesuatu melalui cahaya kalbu) yaitu ilmu ladunnyy (ilmu laddunni).[11]
Thabathaba’i menafsirkan ayat “Kami anugerahkan kepadanya rahmat dari sisi Kami” dengan kenabian, dan ia menilai bahwa hamba Allah itu adalah seorang Nabi. Sebgai aksi pengetahuan memiliki dua faktor yaitu subjek dan objek. Secara umum subjeklah yang dituntut peranannya dalam rangka memahami objek. Namun pengalaman ilmiah menunjukkan bahwa objek terkadang menampakkan dirinya kepada objek tanpa adanya usaha dari pihak subjek.[12]
Manusia, menurut Al-Quran, memiliki potensi untuk meraih ilmu dan mengembangkannya dengan seizin Allah. Karena itu, bertebaran ayat yang memerintahkan manusia menempuh berbagai cara untuk mewujudkan hal tersebut. Berkali-kali pula Al-Quran menunjukkan betapa tinggi kedudukan orang-orang yang berpengetahuan. Menurut pandangan Al-Quran –seperti diisyaratkan oleh wahyu pertama– ilmu terdiri dari dua macam. Pertama, ilmu yang diperoleh tanpa upaya manusia, dinamai ‘ilm ladunni. Kedua, ilmu yang diperoleh karena usaha manusia, dinamai ‘ilm kasbi. Ayat-ayat ‘ilm kasbi jauh lebih banyak daripada yang berbicara tentang ‘ilm laduni. Pembagian ini disebabkan karena dalam pandangan Al-Quran terdapat hal-hal yang “ada” tetapi tidak dapat diketahui melalui upaya manusia sendiri. Ada wujud yang tidak tampak, sebagaimana ditegaskan berkali-kali oleh Al-Quran.
3.      Kandungan Surat Fathir Ayat 28

Artinya : “Dan dengan demikian pula diantara manusia, binatang melata dan binatang ternak, beranekaragam warnanya. Hanya sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hambaNYA adalah orang-orang berilmu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”(QS. Fathir:28)

Konteks ayat jelas menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan ulama disini adalah para ilmuan, kita telah mengikuti pendapat mereka dan mendengarkan pembicaraan merreka tentang Allah SWT. Ternyata mereka menyebutkan Dzat Yang Maha Agung yang layak dipuji dan diagungkan serta satu-satunya yang layak disembah. Sesuatu mengandung ayat yang menunjukkan adanya Tuhan Yang Maha Esa.[13]
Dan juga diantara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak terdapat warna kulit yang berbeda-beda disamping sifat dan tabiatnya yang tidak sama. Maka sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hambaNYA hanya orang-orang yang ‘alim. Mengetahui sifat-sifat Allah, mengakui keesaanNYA dan kekuasaanNYA yang mutlak dan beriman bahwa ia kelak akan menghadap kepadanya untuk mempertanggungjawabkan amal dan perbuatannya selama di dunia. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa Lagi Maha Pegampun.[14]

4.      Keterkaitan Surat AL-BAQOROH:31-32, AL-KAHFI:65, Dan FATHIR 28 Mengenai Ilmu
Dari pembahasan kandungan ketiga surat diatas kaitannya dengan ilmu ialah pada surat Al-Baqoroh ayat 31-32 menjelaskan bahwa Allah memberikan pengetahuan atau pengajaran kepada Nabi Adam mengenai nama-nama bendan dan lainnya, dan itu merupakan salah satu bukti bahwa Allah sumber pengajaran atau sumber ilmu. Dengan kata lain dalam surat ini memaparkan bahwa ilmu erat kaitannya dengan akal, dan juga bagaimana proses belajar harus dibimbing oleh orang yang  benar-benar berilmu dan ilmu yang diajarkan tidaklain bersumber dari ajaran  Allah.
Pada surat Al-Kahfi ayat 65 menjelaskan bahwasanya segala sesuatu butuh pembelajaran, ilmu pengetahuan harus dipelajari terlebih dahulu dan memerlukan waktu yang lama dalam proses pembelajarannya dan membutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit untuk mencapai keberhasilan dalam menuntut ilmu.
Dalam surat Fathir ayat 28 menyatakan bahwa keanekaragaman makhluk Allah dapat dijadikan sebagai pembelajaran dan dipaparkan pula bahwasanya orang yang takut kepada Allah adalah ulama atau orang-orang yang berilmu, karena orang yang berilmu akan semakin dekat dengan Allah, sebab ia memahami bahwa segala sesuatu terutama ibadah harus disertai ilmu dalam mengamalkannya, dengan ilmu juga manusia bisa membedakan mana yang haq dan mana yang bathil.






BAB III
PENUTUP

    
             A.    KESIMPULAN

1.      Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan manusia mengenai segala hal yang dapat diindera oleh potensi manusia (penglihatan, pendengaran, perasaan dan keyakinan) melalui akal atau proses berfikir (logika).  Hakikat ilmu pengetahuan dalam Al-Qur’an adalah rangkaian aktivitas manusia dengan prosedur ilmiah baik melalui pengamatan, penalaran maupun intuisi sehingga menghasilkan pengetahuan yang sistematis mengenai alam seisinya serta mengandung nilai-nilai logika, etika, estetika, hikmah, rahmah, dan hidayah bagi kehidupan manusia.
2.      Kandungan surat Al-Baqoroh ayat 31-32 mengenai ilmu yaitu proses belajar dimana yang memberikan pengajaran harus benar-benar mengetahui dan menguasai ilmu yang diajarkan dan dalam proses pembelajran, akal memiliki peranan yang penting.
3.      Dalam surat AL-Kahfi ayat 65 yang kaitannya dengan ilmu yaitu bahwasanya ilmu harus dipelajari terlebih dahulu agar kita bisa memahaminya dengan benar dan memerlukan usaha yang sungguh-sunguh dalam menuntut ilmu dan memerlukan pengorbanan dan waktu yang cukup lama hingga mencapai keberhasilan dalam pembelajaran mengenai ilmu.
4.      Pada surat Fathir ayat 28 menjelaskan bahwasanya keaneragaman makhluk Allah bisa menjadi sebuah pembelajaran. Dan orang yang berilmu pasti akan taakut kepada Allah, karena dengan ilmu seseorang akan mengetahui mana yang haq dan mana yang bathil, sehingga akan semakin mendekatkan diri kepada Allah karna ilmunya.
5.      Ketiga ayat tersebut yang kaitannya dengan ilmu menjelaskan betapa pentingnya menuntut ilmu dan perlu adanya proses untuk mempelajari ilmu tersebut.


          B.     SARAN
Diharapkan ada masukkan dari pembaca terutama Bapak Supriyatmoko, M.Si selaku Dosen mata kuliah Qur’an Hadits agar kedepannya kami bisa lebih baik lagi dalam pembuatan makalah.









DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghozali, Ihya’ Ulum al-Din, Maktabah Syamilah, juz 1.
An-Nawawi, Majmu’ syarah al muhadzdzab, Maktabah Syamilah, juz 1.
Baiquni, Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern, Jakarta : Pustaka ITB, 1983.
Imam Syafi’ie, Konsep Ilmu Pengetahuan dalam Alqur’an, Yogyakarta : UII Press, 2000.
M. Nasib Ar-Rifai, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, Jakarta : Gema Insani Press, 1999.
Qohar Masjqoery, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2003.
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasia Al-Qur’an, (Jakarta : Lentera Hati, 2002.
Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, (Surabaya : PT. Bina Ilmu, 1990.
Syeikh Muhammad Ghazali, Tafsir Tematik Dalam Al-Qur’an, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2014.



[1] Imam Syafi’ie, Konsep Ilmu Pengetahuan dalam Alqur’an, (Yogyakarta : UII Press, 2000), h. 27.
[2] Ibid., h. 26.
[3] Qohar Masjqoery, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2003), h. 213.
[4] Ibid.
[5] A. Baiquni, Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern, (Jakarta : Pustaka ITB, 1983), h. 1.
[6] An-Nawawi, Majmu’ syarah al muhadzdzab, (Maktabah Syamilah, juz 1), h. 20.
[7] Al Ghozali, Ihya’ Ulum al-Din, (maktabah syamilah, juz 1), h. 7.
[8] Ibid., h. 6.
[9] M. Nasib Ar-Rifai, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, (Jakarta : Gema Insani Press, 1999), h. 107.
[10] Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasia Al-Qur’an, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), h. 94.
[11] Ibid., h.95.
[12] Ibid., h. 96.
[13] Syeikh Muhammad Ghazali, Tafsir Tematik Dalam Al-Qur’an, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2014), h. 410.
[14] Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, (Surabaya : PT. Bina Ilmu, 1990), h. 384.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar